Jumat, 23 September 2011

sifat agregat


• Sifat-sifat agregat untuk beton

Sifat-sifat agregat dalam campuran beton yang perlu diketahui adalah sebagai berikut :

  1. Serapan air dan kadar air agregat
  2. Berat jenis dan daya serap agregat
  3. Gradasi agregat
  4. Modulus halus butir
  5. Ketahanan kimia
  1. Kekekalan
  2. Perubahan volume
  3. Karakteristik panas
  4. Bahan-bahan lain yang mengganggu



  1. Serapan air dan kadar air agregat

Serapan air dihitung dari banyaknya air yang mampu diserap oleh agregat pada kondisi jenuh permukaan kering (JPK) atau saturated surface dry (SSD), kondisi ini merupakan :

1.                  Kedaan kebasahan agreagat yang hamper sama dengan agregat dalm beton, sehingga agregat tidak akan mengurangi maupun menambahi air dari pastanya.
2.                  Kadar air dilapangan lebih banyak mendekati kondisi SSD dari pada kondisi kering oven.

Resapan efektif dinyatakan dengan banyaknya jumlah yang diperlukan agregat dalm kondisi kering udara (WKU) menjadi SSD (WSSD), dinyatakan dengan rumus sebagai berikut :












         Ref=WssD-Wku x100%

                      WssD
                              
                  Resapan efektif (Ref) dipakai untuk menghitung berat air yang akan diserap (Wsr) oleh agregat (Wag) dalam adukan beton, yaitu dengan rumus :


          Wsr=Ref .Wag


Sehingga kelebihan air dalam campuran beton yang merupakan kontribusi dari agregat dapat dihitung dengan rumus :

      Akel=WBSH-WssD x100%

                      WssD



Air kelebihan ini dipakai untuk menghitung berat tambahan (Wtam) terhadap campuran adukan beton, yaitu :

                       Wtam=Akel . Wag

                       Kelebihan (Wagr) dan berat kondisi SSD (WSSD)  dapat digunakan untuk menghitung banyaknya kandungan air (Kair) dalam agregat yang dinyatakan dengan rumus :

      Kair =Wagr-WssD x100%

                      WssD

                Kadar air adalah banyaknya air yang terkandung dalam suatu agregat. Kadar air dapat dibedakan dalam empat jenis :

1.                  Kadar air kering oven, yaitu keadaan yang benar-benar tidak berair.
2.                  Kaadar air kering udara, yaitu kondisi agregat yang permukaannya kering tetapi sedikit mengandung air dalam porinya dan masih dapat menyerap air.

3.                  Jenuh Kering Permukaan (JKP), yaitu kondisi dimana tidak ada air dipermukaan agregat, tetapi agregat tersebut masih mampu menyerap air. Pada kondisi ini, air dalam agregat tidak akan menambah atau mengurangi air dalam campuran beton.
4.                  Kondisi basah, yaitu kondisi dimana butir-butir agregat banyak mengandung air, sehingga akan menyebabkan penambahan kadar air campuran beton.

Dari empat kondisi ini, hanya dua kondisi yang sering dipakai yaitu kondisi kering oven dan kondisi SSD. Kadar air ini biasanya dinyatakan dalam persentase dan dapat dihitung sebagai berikut :

      KA =W1-W2 x100%
                      W2

      Dimana :

W1 = Berat agregat basah (gram)
W2 = Berat agregat kering oven (gram)
KA = Kadar air, biasanya juga dilambangkan dengan symbol : ώ



2.                  Berat jenis dan daya serap agregat

Berat jenis digunakan untuk menentukan volume yang diisi oleh agregat. Berat jenis dari agregat pada akhirnya akan menentukan berat jenis Dari beton sehingga secara langsung menentukan banyaknya campuran agregat dalam campuran beton. Hubungan berat jenis dengan daya serap adalah jika semakin tinggi nilai berat jenis agregat, maka semakin kecil daya serap air agregat tersebut.


3.      Gradasi agregat
Untuk mendapat campuran beton yang baik, kadang-kadang kita harus mencampur beberapa jenis agregat. Dalam pekerjkaan beton yang banyak dipakai

adalah agregat normal dengan gradasi yang harus memenuhi syarat standard, namun untuk keperluan yang khusus sering dipakai agregat ringan ataupun agregat berat.



4.                  Modulus halus butiran

Modulus halus butir (fines modulus) atau biasanya disingkat dengan MHB ialah suatu indek yang dipakai untuk mengukur kehalusan atau kekasaran butir-butir agregat (Abrams, 1918). MHB didefinisikan sebagai jumlah persen komulatif dari butir agregat yang tertinggal diatas satu set ayakan  (38, 19, 6, 4.8, 2.4, 1.2, 0.6, 0.3, 0.15 mm), kemudian nilai tersebut dibagi dengan seratus (Ilsley, 1942:232).
Makin besar nilai MHB suatu agregat maka semakin besar butiran agregatnya. Umumnya agregat halus mempunyai MHB sekitar 1.50 - 3.8 dan kerikil mempunyai MHB 5 – 8. Nilai ini dapat juga dipakai sebagai dasar untuk mencari perbandingan dari campuran agregat. Untuk agregat campuran nilai MHB yang biasa dipakai berkisar sekitar 5.0 – 6.0. Hubungan ketiga nilai MHB tersebut dapat dinyatakan sebagai berikut :


W = (K-C) / (C-P) x 100%


Dimana :

W :      Persentase berat agregat haul (pasir) terhadap berat agregat kasar (keikil/batu pecah)
K :       Modulus halus butir agregat kasar
P :        Modulus halus butir agregat halus
C :       Modulus halus butir agregat campuran



5.                  Ketahanan kimia

Pada umumnya beton tidak tahan terhadap serangan kimia. Ada beberapa bahan kimia yang bereaksi dengan beton, tetapi dua bentuk yang biasa dijumpai menyerang beton adalah alkali dan sulfat.

Bahan kimia pada dasarnya bereaksi dengan komponen-komponen tertentu dari pasta semen yang telah mengeras. Oleh karena itu ketahanan terhadap beton yang telah mengeras sebagian besar tegantung pada jenis semen yang digunakan. Ketahanan terhadap serangan kimia bertanbah dengan bertambahnya kekedapan beton terhap air.
Beberapa agregat dapat bereaksi dengan alkali yang ada dalam semen dan membentuk gel silica yang suasananya adalah basa. Bila terjadi hal demikian maka agregat tersebut mengembang dan membengkak yang menimbulkan retak-retak serta penguraian beton yang bersangkutan. Jenis agregat yang mengandung silica reaktif dapat ditemui dalam batuan seperti cherts, batukapur yang mengandung silica dan beberapa jenis batuan vulkanik.





                  Calsium hidroksida (CaOH) dalam pasta semen yang mengeras dapat laurut dalam air, terutama jika terdapat carbondiokxida (CO2). Bila beton dalam masa perawatan dan dilalui aiar kemudian menyerap, kalsium hidroksida dalam semen berpindah dan hilang tersaring keluar. Peristiwa ini merigikan beton, karena keawetan beton akan berkurang. Keadaan ini sering dijumpai di bangunan hidrolik yang terdapat retak-retak, bagian yang keropos karena terjadi segregasi, siar-siar pelaksanaan yang jelek dan pori-pori yang dapat dilalui aliran air. Karena beton juga dapan menyerap air tanah juga air hujan, maka proses diatas dapat juga terjadi.
Penjegahan paling mudah yaitu dengan membuet beton yang homogen, padat serta daya serap yang rendah sehingga dapat mengurangi serangan alkali. Untuk itu pemilihan agregat dan usaha untuk mengurangi susut beton akan sangat membantu. Cara lainnya yaitu dengan menambahkan bahan teras yang halus kedalam campuran beton yang bersangkutan. Bahan teras yang halus ini akan bereaksi dengan unsur-unsur alkali dalam semen pada saat campuran beton masih dalam keadaan plastis, sehingga akan mengurangi kadar alkali secara efektif.

Hampir semua bilangan sulfat bereaksi dengan calcium hidroksida Ca(OH)2, dan trikalsium aluminat C3A dari semen yang berhidrasi untuk membentuk senyawa-senyawa kalsium sulfat dan kalsium sulfoaluminat. Dalam hal ini, kalsium sulfat dan magnesium sulfat adalah yang paling reaktif dalam suasana basa, dijumpai secara luas didalam tanah, terutama tanah lempung (clay), dalam air tanah atau laut. Tidak seperti kalsium hidroksida, senyawa-senyawa kimia ini tidak larut dalam air. Meski demikian, volumenya lebih besar dari pada senyawa-senyawanya pasta semen sebagai bahan induk senyawa-senyawa tersebut.
Bertambahnya volume pada beton yang telah mengeras ini, memberikan kontribusi yang sedikit bagi kehancuran struktur. Intensitas serta kecepatan serangan sulfat tergantung pada factor-faktor seperti jenis sulfat, konsentrasi serta kandungan senyawa tersebut. Jenis-jenis sulfat magnesium yang paling kuat serangannya. Konsentrasi sulfat dinyatakan dalam ukuran beratnya.

Syarat mutu agregat normal :

  1. agregat halus jika diuji dengan larutan garam sulfat (natrium sulfat, NaSO4), bagian yang hancur maksimum 10% dan jika diuji dengan magnesium sulfat (MgSO4) bagian yang hancur maksimum 15%.
  2. Agregat kasar jika diuji dengan larutan garam sulfat (natrium sulfat,NaSO4), bagian yang hancur maksimum 12% dan jika diuji dengan magnesium sulfat (MgSO4) bagian yang hancur maksimum 18%.




  1. Perubahan volume

Factor utama yang menyebabkan terjadinya perubahan-perubahan dalam volume beton adalah kombinasi reaksi kimia antara semen dengan air seiring dengan mengeringnya beton. Jika agregat mengandung senyawa kimia yang dapat mengganggu proses hiresi semen, maka beton yang terbentuk  akan mengalami keretakan. ASTM C.330 “specification for lightweight aggregates for structural concrete” memberikan keterangan bahwa susut kering untuk agregat ringan tidak boleh melebihi 0.10%.


  1. Karakteristik panas

Koefisien muai beton bertambah dengan bertambahnya sifat thermal agregat yang dipakai. Jika koefisien besar, maka perubahan suhu dapat mengakibatkan perbedaan gerakan sehingga dapat melepaskan lekatan antara agregat dan pasta semen. Jika koefisien muai antara beton dan agregat lebih dari 5.4 x 10, beton akan retak jika mengalami proses panas dan dingin atau jika terjadi kebakaran.
Koefisien muai tergantung dari jenis agregatnya. Nilainya berkisar antara 5.4x10 sampai 12.6x10 perderajad celcius dan koefisien muai pasta semen antara 10.8x10 sampai 16.2 x 10 perderajad celcius.


 Panas jenis perlu dihitung jika beton digunakan pekerjaan massa dan juga pekerjaan khusus, seperti isolasi dalam bangunan pabrik.



3.      Bahan-bahan lain yang mengganggu

Bahan pengganggu dapat menyebabkan terganggunya proses pengikatan dan pengerasan pada beton. Selain alkali dan sulfat, bahan lain yang mengganggu pengerjaan beton yang berasal dari agregat adalah sebagai berikut :
Lempung, tanah liat dan abu batu tidak diijinkan dalam jumlah banyak. Ada kecenderungan mengikatnya penggunaan air dalam campuran beton yang bersangkutan. Bahan ini tidak dapat menyatu dengan semen, sehingga menghalangi penggabungan antara semen dan agregat. Pada akhirnya kekuatan tekan beton akan berkurang karena tidak adanya ikatan antara semen dan agregat.
bahan organic mengganggu proses hidrasi. Bahan organic yang biasa dijumpai terdiri dari daun-daun yang telah membusuk, humus, asam dan lainnya. Bahan ini lebuh banyak terdapat dalam agregat halus dari pada agregat kasar terutama yang berasal dari hulu sungai.
Bahan organic dan humus yang dipergunakan dalam beton tidak boleh melebihi batas yang disyaratkan.

Table syarat bahan-bahan yang mengganggu

uraian
prosentasa maksimum dalam berat
Lempung dan partikel
3.00
Butiran halus lolos ayakan no.200 :

 - beton tahan abrasi
3.00
 - beton umumnya
5.00
Batu bara dan lignit :

- beton ekspose
0.50
- beton umumnya
1.00























6.      Kekekalan

Kekekalan agregat diuji dengan menggunakan larutan kimia untuk memeriksa reaksinya pada agregat (PB 89,1990). Agregat harus memenuhi syarat seperti yang tercantum dalam SII.0052-80 “Mutu dan Cara Uji Agregat Beton”untuk beton normal atau memenuhi syarat ASTM C.33-86 “Standard Specification for Concrete Aggregates”.

Kamis, 22 September 2011

agregat


AGREGAT UNUTK BETON

Agregat merupakan salah satu bahan material beton.Agregat yang digunakan dalam campuran beton dibedakan menjadi 2 (dua) macam, yaitu :

a. Agregat halus       
Agregat halus untuk beton dapat berupa pasir alam sebagai hasil desintegrasi alami dari batuan-batuan atau berupa pasir buatan yang dihasil oleh alat-alat pemecah batu. Adapun syarat-syarat dari agregat halus yang digunakan menurut PBI 1971, antara lain :
1)      Pasir terdiri dari butir- butir tajam dan keras. Bersifat kekal artinya tidak mudah lapuk oleh pengaruh cuaca, seperti terik matahari dan hujan
2)      Tidak mengandung lumpur lebih dari 5%. Lumpur adalah bagian- bagian yang bisa melewati ayakan 0,063 mm. Apabila kadar lumpur lebih dari 5%, maka harus dicuci. Khususnya pasir untuk bahan pembuat beton.
3)      Tidak mengandung bahan-bahan organik terlalu banyak yang dibuktikan dengan percobaan warna dari Abrams-Harder. Agregat yang tidak memenuhi syarat percobaan ini bisa dipakai apabila kekuatan tekan adukan agregat tersebut pada umur 7 dan 28 hari tidak kurang dari 95% dari kekuatan adukan beton dengan agregat yangs sama tapi dicuci dalam larutan 3% NaOH yang kemudian dicuci dengan air hingga bersih pada umur yang sama.
agregat agregat halus kasar
Gambar 1.1 Pasir (Agregat Halus)
b.  Agregat kasar
Agregat kasar dapat berupa kerikil hasil desintergrasi alami dari batuan-batuan atau berupa batu pecah yang diperoleh dari pemecahan batu dengan besar butir lebih dari 5 mm. Kerikil, dalam penggunaannya harus memenuhi syarat- syarat sebagai berikut:
1)      Butir-butir keras yang tidak berpori serta bersifat kekal yang artinya tidak pecah karena pengaruh cuaca seperti sinar matahari dan hujan.
2)      Tidak boleh mengandung lumpur lebih dari 1%, apabila melebihi maka harus dicuci lebih dahulu sebelum menggunakannya.
3)      Tidak boleh mengandung zat yang dapat merusak batuan seperti  zat –zat yang reaktif terhadap alkali.
4)      Agregat kasar yang berbutir pipih hanya dapat digunakan apabila jumlahnya tidak melebihi 20% dari berat keseluruhan.

Agregat menempati volume terbesar dalam adukan beton. Agregat di dalam betom memiliki fungsi sebagai berikut:
• Sebagai bahan pengisi
• Menentukan kekuatan adukan beton
• Membuat beton/adukan stabil terhadap pengaruh luar dan cuaca
• Memperkecil pemakaian perekat


Jenis agregat untuk beton dikelompokan sebagai berikut:

• Jenis agregat berdasarkan berat volume beton
• Jenis agregat berdasarkan bentuk
• Jenis agregat berdasarkan tekstur permukaan
• Jenis agregat berdasarkan ukuran butiran nominal
• Jenis agregat berdasarkan gradasi


Jenis agregat berdasarkan berat volume beton

1.       Agregat ringan : dipakai untuk pembuatan beton dengan berat volume kurang dari 1800 kg/m³. jenis ini dibagi lagi yaitu beton ringan dengan berat volume kurang dari 1200 kg/m³ dan beton setengah berat dengan berat volume 1200-1800 kg/m³.
2.       Agregat normal : dipakai untuk adukan beton sehari-hari yang umum dipakai. Untuk konstruksi bangunan secara umum, berat volumenya 1800 – 2800 kg/m³

3.       Abgregat berat  : dipakai terutama untuk adukan beton yang ditekankan pada berat massa beton lebih dari 2800 kg/m³.

Jenis agregat berdasarkan bentuk
1.       Agregat bulat.  Rongga udara 33%, sehingga ratio luas permukaan kecil. Beton yang dihasilkan oleh agregat ini kurang cocok untuk struktur yang menekankan pada kekuatan atau untuk beton mutu tinggi, karena ikatan antara agregat kurang kuat.
2.       Agregat bulat sebagian atau tidak teratur. Rongga udara lebih tinggi 35-38%, sehingga membutuhkan lebih banyak pasta semen agar mudah dikerjakan. Beton yang dihasilkan agregat ini belum cukup baik untuk struktur yang menekankan pada kekuatan atau untuk beton mutu tinggi, karena ikatan antara agregat belum cukup baik (masih kurang kuat).
3.       Agregat bersudut. Rongga udara lebih tinggi 38-40%. Beton yang dihasilkan agregat ini cocok untuk struktur yang menekankan pada kekuatan atau untuk beton mutu tinggi, karena ikatan antara agregat baik. Agregat ini dapat juga digunakan untuk lapisan perkerasan kaku (rigid pavement).
4.       Agregat panjang. Agregat ini panjangnya jauh lebih besar dari lebarnya. Agregat disebut panjang jika ukuran terbesar lebih 9/5 ukuran rata-rata. Ukuran rata-rata adalah ukuran ayakan yang meloloskan dan menahan butiran agregat. Agregat ini lebih cenderung berada dirata-rata air sehingga akan terdapat rongga dibawahnya. Kekuatan tekan dari beton yang menggunakan agregat ini buruk.
5.       Agragat pipih. Jika perbandingan tebal agregat terhadap ukuran-ukuran lebar dan tebalnya lebih kecil. Agregat ini tidak baik untuk campuran beton mutu tinggi.
6.       Agregat pipih panjang. Yaitu agregat yang mempunyai panjang jauh lebih besar dari pada lebarnya, sedangkan lebarnya jauh lebih besar dari tebalnya.
Menurut BS 812 : Part 1: 1975, bentuk partikel agregat dapat dibedakan atas:
            - Rounded                   - Irregular
            - Flaky                                    - Angular
            - Elongated                 - Flaky & Elongated




Agregat berdasarkan tekstur permukaan
  1. Agregat licin/halus
  2. Berbutir (granuler)
  3. Kasar
  4.  Kristalin (crystalline)
  5.  Berbentuk sarang lebah (honeycombs)

Jenis agregat berdasarkan ukuran butir nominal
  1. Agregat halus,  agregat yang semua ukuran butirnya menembus ayakan 4,8 mm (SSI.0052, 1980), atau ukuran 4,75 mm (ASTM C33, 1995) atau ukuran 5 mm (BS.812, 1976).
  2. Agregat kasar, ialah agregat semua butirnya tertinggal diatas ayakan 4,8 mm (SSI.0052, 1980), atau ukuran 4,75 mm (ASTM C33, 1995) atau ukuran 5 mm (BS.812, 1976).
Agregat berdasarkan gradasi

  1. Gradasi sela (gap gradation), jika salah satu atau lebih ukuran butir atau fraksi pada satu set ayakan tidak ada.
  2. Gradasi menerus, jika agregat yang semua ukuran butirnya ada dan terdistribusi dengan baik.
  3. Gradasi sergam, jika agregat mempunya ukuran yang sama atau seragam.
Tabel 1.1 Gradasi Agregat yang Disyaratkan
        saringan agregat agregat halus kasar
Gradasi dari agregat-agregat tersebut secara keseluruhan harus dapat menghasilkan mutu beton yang baik, padat dan mempunyai daya kerja yang baik dengan semen dan air, dalam proporsi campuran yang dipakai.
Hal-hal yang perlu diperhatikan berkaitan dengan penggunaan agregat dalam beton (Landgren,      1994) :
  1. Volume udara, udara yang terdapat dalam campuran beton akan mempengaruhi proses pembuatan beton terutama setelah terbentuknya pasta semen.
  2. Volume padat, kepadatan volume agregat akan mempengaruhi berat isi dari beton jadi.
  3. Berat jenis agregat, akan mempengaruhi proporsi campuran dalam berat sebagai kontrol.
  4. Penyerapan, berpengaruh pada berat jenis.
  5. Kadar air permukaan agregat, berpengaruh pada penggunaan air saat pencampuran.








  Klasifikasi Bentuk dan Tekstur Agregat
Karakteristik bagian luar agregat, terutama bentuk partikel dan tekstur permukaan memegang peranan penting terhadap sifat beton segar dan yang sudah mengeras.